Selasa, 13 Maret 2012

DA’WAH DI ERA GLOBALISASI

 
Muqoddimah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi, telah membawa dampak berarti pada perubahan sendi-sendi etika umat Islam. Era globalisasi memiliki potensi untuk merubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, bahkan di bidang pertahanan dan keamanan. Di samping itu tingkat kemiskinan dan kesengsaraan umat Islam semakin meningkat, yang berakses bagi timbulnya berbagai problem sosial dan keagamaan. Berbagai penyakit masyarakat seperti pencurian, perampokan, penodongan, korupsi, pelanggaran HAM dan sejenisnya merupakan problema mendasar umat Islam saat ini. Akses yang sangat mendasar dari problema tersebut adalah timbulnya pendangkalan iman, sebagaimana disinyalir dalam sebuah ungkapan “ hampir saja kefaqiran itu menjadi kekafiran “.[1]
Dalam menghadapi serbuan bermacam-macam nilai keagamaan, pilihan hidup dan sejumlah janji-janji kenikmatan duniawi, da’wah diharapkan bisa menjadi suluh dengan fungsi mengimbangi dan pemberi arah dalam kehidupan umat. Da’wah ke depan menempatkan perencanaan dan strategi yang tepat dengan merujuk kepada metode da’wah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Para intelektual muslim dapat merumuskan konsep dan metode da’wah untuk generasi muda, orang dewasa atau objek da’wah bagi berbagai lapisan masyarakat yang tingkat pemahaman keagamaannya tergolong rendah atau sebaliknya bagi masyarakat yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi, sehingga materi da’wah sesuai dengan objeknya. Tentunya da’wah ini tidak hanya tugas individu melainkan tugas kita bersama-sama. Sehingga tidak salah apabila seorang muslim ditanya, apa profesinya di dunia ini? Dia boleh menjawab menda’wahkan Islam”.[2]
Globalisasi merupakan suatu yang sedang berkembang dan sedang kita jalani dewasa ini, ada yang dengan serta merta mengkritiknya sebagai suatu yang menakutkan, di sisi lain ada yang memperjuangkan supaya proses globalisasi berjalan dalam berbagai sektor kehidupan manusia.[3] Proses globalisasi senantiasa terus berjalan tanpa bisa dihentikan, dukungan berbagai sarana dan fasilitas memungkinkan sekali terwujudnya perkampungan dunia yang tidak lagi mengenal batas-batas territorial.
Pengertian Dan Makna Da’wah
Kata da’wah secara etimologi merupakan bentuk mashdar dari kata da’a-yad’u-da’wah atau nada’ artinya seruan, ajakan, undangan dan panggilan. Sedangkan menurut syara’ pengertian da’wah bisa kita lihat dari para pakar. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah da’wah adalah sebagai upaya mengajak orang untuk beriman kepada Allah dan apa yang dibawa oleh Rasul-Rasul-Nya dengan membenarkan segala yang disampaikan dan mentaati perintah-perintah-Nya.[4] Sementara DR. Mohammad Natsir mengartikan da’wah sebagai suatu upaya, menuju Islam kaffah, sebagai cara hidup total dalam salah satu bingkai harakatud da’wah yang memiliki demensi membina (binaan) dan membela (difaan).[5] Sedangkan dalam buku Manhaj Da’wah yang diterbitkan oleh Tanzhim Press mengartikan da’wah sebagai proses mengajak umat manusia ke jalan Allah dengan hikmah, pengajaran yang baik, dan diskusi yang positif agar bebas dari thoghut dan mengimani Allah, membebaskan dari kegelapan Jahiliyah menuju terang benderang.[6]
Di dalam buku “Tema-Tema Dasar Ajaran Islam” H. Jeje Zainuddin mengungkapkan bahwa da’wah adalah suatu usaha yang disengaja dan direncanakan secara sistematis dalam mengajak, menuntun, dan membimbing manusia ke jalan Allah SWT baik dengan lisan maupun dengan perbuatan baik secara perorangan maupun berkelompok untuk mencapai keselamatan hidup di dunia dan di akhirat dengan keridhaan Allah SWT.[7] Sementara Drs. H. Misbach Malim, Lc.M.Sc mengartikan da’wah sebagai suatu kegiatan mengajak, memanggil dan menyeru orang lain kepada apa yang diinginkan syariat Islam secara terencana, terukur dan terevaluasi.[8]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa da’wah adalah sebuah kerja yang dilakukan dengan sunggah-sungguh, menggunakan segenap potensi yang dimiliki untuk mengajak seseorang atau sekelompok orang dari suatu kondisi ke arah yang lebih baik lagi sesuai dengan syari’at Islam. Menurut Abu A’la Al-Maududi esensi da’wah adalah merubah kondisi yang tidak Islami menjadi Islami atau lebih Islami.
Pengertian Globalisasi
Abad ke-21 ini ditandai dengan revolusi di bidang teknologi komunikasi dengan lahirnya era baru yaitu era globalisasi. Opini dunia sedang dibangun oleh media massa yang dikuasai oleh kekuatan-kekuatan Zionis Barat. Globalisasi dalam pandangan beberapa orang adalah peruntuhan batas-batas jarak antara bangsa-bangsa, antara negara dan negara, antara budaya yang satu dengan budaya yang lain.
Dr. Muhammad Abid Al-Jabiri  mengartikan globalisasi adalah menjadikan sesuatu pada level dunia, atau perubahan dari posisi terbatas dan terkontrol.[9] Sedangkan menurut H. Mas’oed Abidin dalam bukunya “Da’wah Awal Abad” mendefenisikan globalisasi sebagai suatu tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia baik dalam lingkup maupun aplikasinya.[10]
Dari pengertian-pengertian di atas jelaslah bahwa globalisasi itu ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang informatika. Yang mana sekarang telah kita saksikan berbagai media informasi yang menghiasi kehidupan dunia.
Dalam keadaan seperti ini semua bangsa tidak lepas dari perubahan yang akan mempengaruhi bangsa lainnya. Pertukaran arus informasi yang begitu deras dan besar di antara penduduk dunia akan mengakibatkan stress yang kronik atau penyakit adaptasi bila kesiapan mental dan material kurang memadai. Yang mana globalisasi ini akan melanda semua aspek kehidupan, meliputi makanan, pakaian, hiburan dan lain sebagainya.[11]
Da’wah Di Era Globalisasi
Tantangan-Tantangan Da’wah Yang Dihadapi
Melihat realita di atas, adanya tantangan da’wah yang akan dihadapi oleh para du’at. Betapa tidak teknologi yang berkembang pesat khususnya dalam media-media informasi yang digunakan sekarang ini banyak menghadirkan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai keIslaman, di mana masyarakat (mad’u) menerima informasi tanpa mengoreksi terlebih dahulu, inilah yang akan mempengaruhi psikologi terhadap apa yang mereka terima dari berbagai media, baik itu kekerasan, pornografi dan lain-lain yang sangat kontras dengan ajaran Islam.
Adapun tantangan da’wah yang dihadapi oleh kaum Muslimin saat ini adalah sebagai berikut:
  1. a. Kepemimpinan Umat
Masalah kepemimpinan adalah merupakan persoalan pokok lahirnya problematika umat. Ini menyangkut masalah kualitas pemimpin dalam memimpin kaumnya. Masalah kepemimpinan yang baik dan sesuai dengan syari’at Islam ini sangat penting sekali karena:[12]
  1. Penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan.
  2. Komunikator yang efektif.
  3. Mediator yang efektif.
  4. Integrator yang efektif, rasional, obyektif dan netral.
  5. b. Ghuzwul Fikri
Ghozwul fikri adalah serangan beruntun dan terorganisir yang dilakukan oleh umat yang kuat terhadap umat yang lemah untuk pengikut-pengikut mereka. Intervensi pemikiran merupakan salah satu penyebab kehancuran umat Islam dewasa ini. Serangan itu terjadi dalam dua pola yaitu dengan mengandalkan kekuatan fisik dan pemikiran. Seperti dalam paham Liberal, menafsirkan ajaran Islam menurut selera kelompok tertentu. Serangan melalui fisik malah membangkitkan semangat jihad dikalangan muda. Serangan fisik banyak menanggung resiko dan  kegagalan, bahkan membuat kalangan Islam semakin mengkristal. Para kuffar merumuskan sistem baru untuk membasmi umat, dengan mencopoti akar-akar aqidah dari dalam individu dan masyarakat Muslim, melalui pergaulan bebas, budaya barat, menggugat keabsahan sebuah hukum dan lain sebagainya. Inilah serangan pemikiran yang digencarkan saat ini. Mereka menggarap intelektual muda Islam sebagai senjata untuk menghancurkan umat dengan menggugat dalil dan keabsahan hukum. Keberhasilan ghozwul fikri dalam menguasai akal fikiran umat Islam, berarti menghapus secara total semua nilai-nilai Islam yang ada pada seseorang atau masyarakat.[13]
  1. c. Gerakan Pemurtadan ( Harakatul Irtidad )
Harakatul Irtidad adalah suatu gerakan yang terencana dan terorganisir yang secara sistematis berusaha untuk menghancurkan Islam dan umat Islam. Ada beberapa tujuan dari Harakatul Irtidad ini antara lain:[14]
  1. Memurtadkan kaum muslimin dari agamanya.
  2. Menjadikan Islam dan umatnya tidak berperan dalam kehidupan manusia.
  3. Melenyapkan Islam beserta seluruh ajarannya dari muka bumi.
Indonesia merupakan lahan pemurtadan yang sangat bagus, hal ini sebagaimana ditegaskan oleh umat Kristeani :“Indonesia adalah daerah pengkabaran Injil yang diberkati Tuhan, dengan hasil yang gemilng” dan saat ini kita berhadapan dengan gerakan Kristenisasi global, dengan beberapa cara dan dana yang tidak terbatas.
  1. d. Pertarungan Ideologi
Pergulatan sejarah Islam versus sekularisme di Indonesia berlangsung terus-menerus semenjak zaman Belanda. Islam tidak hanya sebatas sebuah ideologi, tetapi dalam konteks perjuangan kemasyarakatan dan dari sudut pandang sekuler, dikelompokkan sebagai sebuah ideologi. Dalam hal ini ada upaya untuk memisahkan Agama dan Negara. Sebagai contoh ada kelompok Nasionalis dan Kelompok Religius/Agama.
  1. e. Imperialisme Kultural (Penjajahan Peradaban)
Revolusi teknologi komunikasi membuat dunia dikitari oleh sistem satelit yang membuat suatu tempat dengan tempat yang lain menjadi tiada jarak. Dunia ibarat Global Village, dibantu dengan media yang canggih memungkinkan arus informasi yang begitu padat dan deras menyerang negara-negara Muslim. Benturan budaya menjadi benturan norma dan sistem nilai. Informasi global telah melemahkan bahkan menghancurkan identitas nasional, dan menggantikannya dengan “Kebudayaan Baru”
  1. f. Kehidupan Yang Permisif
Kasus-kasus pengguguran kandungan dikalangan perempuan dan mahasiswi, maraknya hamil diluar nikah, kumpul kebo, menjadi kecendrungan permisif. Menurut Islam kecendrungan ini merupakan dominasi pengaruh aspek fisik pada diri yang mengalahkan fitrahnya. Bentuk-bentuk permisif itu merupakan kejahatan kemanusian yang bertentangan dengan HAM dan moral universal apalagi dengan agama Islam. Di samping persoalan-persoalan external, nasional dan global ini, da’wah juga menghadapi persoalan-persoalan nasional dan internal umat, seperti kemiskinan, pengangguran, hilangnya lapangan pekerjaan, rendahnya lapangan pekerjaan, rendahnyan kualitas pendidikan.
Persoalan ekonomi yang sulit, sangat mudah memicu kekerasan sosial, konflik horizontal, meningkatnya kriminalitas dan sebagainya. Masyarakat hidup dalam mimpi, diiming-imingi hadiah, bagaimana cepat kaya, dunia takhayul dan khurofat serta bid’ah berkembang pesat. Problem lain yang sering terjadi adalah kurangnya minat orang untuk menjdai da’i, serta da’wah dan pembinaan umat yang tidak terencana. Di daerah-daerah pedalaman menghadapi medan da’wah yang berat serta alat transportasi yang sulit.
Solusi Yang Ditawarkan
Melihat tantangan-tantangan di atas perlu kiranya untuk mencarikan solusinya. Agar problematika da’wah tidak semakin kusut dan berlarut-larut serta da’wah Islam di era globalisasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu. Setidaknya ada 5 hal yang perlu dilakukan antara lain : Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru da’wah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses da’wah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.[15]
Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas da’wah perlu membangun laboratorium da’wah (labda). Dari hasil “labda” ini akan diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan. Ketiga, proses da’wah tidak boleh lagi terbatas pada da’wah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan da’wah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), bil-iqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya.[16]
Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana da’wah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan da’wah Islam di tanah air. Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas da’wah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat ‘invasi’ nilai-nilai non Islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan da’wah kita akan tetap ceria.[17]
Peluang-Peluang Da’wah Era Globalisasi
Telah disinggung dalam muqoddimah di atas bahwa kemajuan di era globalisasi ini ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi komunikasi. Inilah yang merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelancaran kegiatan da’wah pada era sekarang.
Selain itu, banyak lagi hal-hal lain yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang da’wah dalam era globalisasi ini. Menurut Didin Hafidhuddin dalam acara silaturrahim dengan Keluarga Besar Dewan Da’wah di Jakarta, 21 Syawwal 1425 H bertepatan 4 Desember 2004. Dalam salah satu makalahnya mengatakan bahwa peluang da’wah sekarang ini sangat terbuka lebar bagi seorang du’at, tidak hanya media-media yang dapat dimanfaatkan tetapi juga dalam berbagai bidang kehidupan banyak peluang yang dimanfaatkan. Diantaranya menurut beliau; pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam Terpadu (Seperti Pesantren-Pesantren) ini dapat dimanfaatkan oleh para du’at dengan terlibat di dalamnya dalam rangka menyebarkan da’wah. Selain itu menurut beliau berkembangnya lembaga keuangan syari’ah seperti bank syari’ah, asuransi syari’ah dan berbagai lembaga syari’ah lainnya. Dari sudut ketahanan ekonomi ternyata lembaga keuangan terbukti ketangguhannya.[18] Ini merupakan peluang yang sangat besar bagi seorang du’at untuk menjelaskan kepada mad’unya bagaimana seharusnya bermu’amalat yang sesuai dengan ajaran Islam.
Kalau kita cermati pernyataan Didin di atas dapatlah kita melihat seperti apa peluang da’wah yang ada sekarang ini. Media-media massa dapat kita manfaatkan dalam menunjang kegiatan da’wah (misalnya media cetak, kita bisa berda’wah dengan tulisan-tulisan), selain itu pesantren-pesantren yang sudah banyak dibangun dapat dijadikan sarana da’wah (menyampaikan da’wah dengan mengajar). Tidak kalah pentingnya juga  lembaga-lembaga syari’ah sangat efektif dalam menunjang kegiatan da’wah (dalam hal mu’amalat) selain itu juga semangat yang timbul dalam mengadakan kajian-kajian Islam seperti yang dilakukan oleh berbagai kampus negeri/swasta, serta lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta, sangat mendukung bagi kelancaran da’wah Islamiyah.
Peluang-peluang da’wah yang disebutkan oleh Didin di atas merupakan sebagian kecil yang dapat dimanfaatkan dalam berda’wah. Sebenarnya masih banyak lagi peluang-peluang da’wah yang dapat dimanfaatkan oleh para du’at. Da’wah haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh, sebab dengan kesungguhan itu nantinya akan mempermudah kita dalam menghadapi berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar.
Menyimak uraian-uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan da’wah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika da’wah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dimenej kembali dengan manajemen da’wah yang profesional dan dihendel oleh tenaga-tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. Mengingat potensi umat Islam yang potensial masih sangat terbatas, sementara kita harus mengakomodir segenap permasalahan dan tantangan yang muncul, maka ada baiknya kita coba memilih dan memilah mana yang tepat untuk diberikan skala prioritas dalam penanganannya, sehingga dana, tenaga, dan fikiran dapat lebih terarah, efektif, dan produktif dalam penggunaanya. Wallahu a’lam.